Minggu, 06 Januari 2013

TahfidzQ di Januari 2013 Part II


Kau tau? Saya tidak tau mau menulis apa. Saya bingung. Saya sedih. Saya menyesal.


Beberapa menit yang lalu saya lama tertegun di depan layar notebook, meresapi kembali makna dari pesan singkat seorang teman lewat akun jejaring social saya, juga pesan singkat yang dating satu persatu ke handphone di samping saya. Bukan. Bukan karna saya terlalu bodoh hanya untuk mengerti kalimat sederhana dari pesan-pesan singkat itu. Hanya saja, saya terlalu kaget dengan apa yang baru saja saya abaca, saya bahkan sudah hampir menangis mendapat kabar musibah itu.

Saya bukan seorang yang mudah tersentuh, saya juga bukan seorang yang cengeng untuk  hal-hal yang tidak saya rasakan, apalagi saya pun bukan seorang yang lembut hatinya, yang sangat mudah untuk bersimpati, ataupun menangisi apa-apa. Saya sangat jauh dari kesan seperti itu(itu penilaian dari diri sendiri loh, ya..), meskipun sebenarnya terkadang ada saja keadaan yang saya harus menangis di situ, tapi sekali lagi, air mata saya tak juga menganak sungai meski hati saya menjerit minta diluruhkan. Memang dalam diri saya, terkadang  impuls yang sudah dihantarkan menuju saraf2 motoris, tidak juga mau terealisasikan oleh anggota tubuh saya. Saya betul-betul sulit untuk MENANGIS.

Tapi,lagi-lagi, tidak tau kenapa saya dirundung mendung, tidak jelas dari mana datangnya. Maksud saya, saya tau, itu disebabkan dari kabar yang baru saya terima dari teman-teman saya, tapi saya tidak tau kenapa air mata saya tiba-tiba berserobok ingin keluar. Padahal saya tidak (atau tepatnya BELUM) mencerna baik2 isi pesan itu, saya belum merasakan kesedihan yang sewajarnya. Di subuh yang hampir terang itu, saya baru tersadar dari tidur saya yang kemalaman. Saya barusan terlelap ketika jam digital di handphone terdekat menunjukkan angka tiga, dini hari. Mungkin kau akan tersenyum membaca ini kelak. Karna saya mau bilang, bahwa Saya benar-benar melankolis pagi ini(sepertinya).

Allah tak akn menyia-nyiakn hambaNya
Baru saja saya menulis sebuah postingan di blog saya semalam. Tentang ‘rumah’ kita yang bebanjiran, tentang asramanya yang hampir digenangi air, tentang kamar-kamar kita yang sering dijadikan terminal oleh lalat-lalat usil, juga gantungan-gantungan baju kita yang memenuhi kamar yang kataku sudah hampir seperti kios-kios kecil di pinggiran jalan sentral. Yah, baru saja. Juga tentang saya yang terus bingung, apakah saya harus mengungsi pulang atau tetap tinggal menemanimu di sana, merasai ukhuwah yang katanya kak Fitri adalah musibah yang manis, dibawah langi-langit ukhuwah.

Dan well ya? Saya belum stabil betul selepas sakit kemarin. Dengan pertimbangan kesehatan saya, yang takutnya tidak bisa saya atasi di sana di tengah lalat2 yang selalu saja membawa virus penyakit, saya putuskan untuk pulang. Saya pun ingin memenuhi panggilan dari orang tua saya di rumah yang khawatir juga terhadap saya kalau nanti ada apa-apa.

Sungguh saya tidak berfikir untuk meninggalkanmu di sana. Tidak juga karna saya terlalu pengecut menghadapi air-air yang banyak itu, tapi lebih karna saya masih kurang sehat. Bahkan kemarin malamnya, setelah saya selesai menulis bahan postingan saya, saya sudah akan turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi untuk,,, huwweeekk! Muntah!:D:D tapi buru-buru saya baring dan memaksa untuk memanjakan rasa ngantuk saya yang sudah menggelantungi kepala sedari tadi.

Saya tidak pernah berfikir, air-air meluap itu akan separah saat ini. Saya juga tak berharap berlama-lama di rumah menunggu air surut, karna saya pun rindu untuk kembali ke sana. Saya ingin ujian.

Saya menyesal tidak berada di sana untuk menolongmu,
Saya sedih harus mendapati kenyataan ini,
Saya bingung saya harus bagaimana untuk selalu ada untukmu,
Lebih-lebih saya sangat salah tingkah dengan ini semua,

Mudah-mudahan Allah mengmpuni saya, memaafkan saya, karna saya tak tau harus membantu seperti apa untukmu, saya pun tak punya apa-apa, saya terlalu lemah.. jika saya ada saat itu, di sana bersamamu, saya pun hanya bisa berusaha agar masih ada senyuman di atas genangan air. Itu saja.

Semoga kesedihan itu, kebingungan itu, juga penyesalan itu sekedar rasa dalam hati saya yang tetap dalam porsi yang wajar. Sebab saya pun bukan seorang yang selalu tegar bak Umar bin Khottob atau selalu santai dan tenang seperti Abu Bakar. Sekali lagi saya hanya saya, diri saya sendiri yang bukan siapa-siapa tapi saya selalu berdoa suatu saat saya bisa termasuk dari siapa-siapa itu..(nah, loh?)


Kembali  saya  tatapi  layar hp hitam itu

“Air di tahfiz naik. Sudah mencapai anak tangga kedua. Mohon kirim doanya, ukh! Sekarang akhwat dalam proses evakuasi”  


Ya robb, lindungi kami, beri kami kekuatan untuk tetap terus menaiki tangga ujian kenaikan iman-Mu. La haulaa wa laa kuwwata illaa billah.. T_T

Tidak ada komentar: