Senin, 11 Januari 2016

Destiny

Ada suatu saat, atau suatu hal yang sangat saya cintai. Begitu cintanya sampai rasanya akan melakukan semuanya demi beberapa hal itu, tidak peduli apa.
Mengacuhkan beberapa hal penting yang seharusnya tak diacuhkan. Dan sesuatu itu, apapun yang akan terjadi di akhir demi mendapatkannya, seingat saya, saya tak pernah menyesali apapun karnanya. Sesuatu seperti mimpi-mimpi. Dan sesuatu yang nampak seperti cinta. Destiny
Saya bisa dibilang seorang yang pemilih. Sangat pemilih dalam mencintai. Saya bukan seorang yang mudah jatuh hati pada apapun, termasuk hal-hal yang menyenangkan dipandang mata seperti manusia, benda ataupun posisi. Itulah mengapa saya hanya memiliki sedikit orang terdekat dan benda pribadi dalam hidup saya. Saya hanya nyaman pada sedikit saja dalam hal untuk memenuhi kebutuhan saya. Ransel, sepatu, jaket, handphone, al-qur’an, dan jam tangan. Beberapa macam contoh benda pribadi yang menjadi benda wajib dan favorite saya , dan dengan  itu saya hanya memiliki satu saja selama ini. Ketika saatnya ada yang punah, lalu saya membeli yang baru. Sangat susah mencari yang sama nyamannya dengan  yang saya miliki lalunya. Dan jangan sangka, teman-teman saya sedikit memasang lampu kuning ketika saya sudah meminta ditemani untuk mencari benda itu ketika ada salah satunya yang expired.
Apakah sama ketika saya mencintai orang lain? Jangan Tanya. Saya tidak sedang membaca fikiran saya sendiri sekarang. Dan itulah hal yang membuat saya sedikit melongo di beranda rumah malam ini. Sendiri. Dan gelap. Dengan tatapan yang terbuang jauh hingga ujung jalan raya di depan sana. Kosong.
Seseorang yang kita cintai, atau seorang sahabat yang datang dalam hidup kita, yang membuat hidup ini penuh dengan cerita tentang mereka. Membuat kita banyak tertimpa hal-hal yang rasanya baru dan merubah hidup kita menjadi hal yang baru juga dengan itu. Lalu seperti seorang anak kecil yang juga tak suka saat ibunya menjemput ketika petang sedang ia tengah bermain dengan temannya, kitapun tak menyukai sebuah perpisahan. Ketika kita tak pernah memandang untuk mendapatkan kehidupan lain selain kehidupan saat ini. Ketika kita terpaut rapat dengan orang-orang ini, egois terhadapnya dan tidak punya alasan untuk tidak nyaman ketika berada di tengah mereka. Sebuah perasaan lupa akan sebuah akhir. Yang secara sadar bahwa perasaan itu pemberian Allah kan? Lalu, apakah kehidupan itu adalah sebuah kehidupan terbaik yang Allah berikan bagi kita? Itukah kehidupan yang Allah inginkan dalam hidup kita? Itukah takdir kita?
Saya cenderung kembali ingin menulis ketika hati ini dirundung gamang yang berlanjut. Atau ketika rasanya diri ini sedang menderita hiperfeel.
Well, Itukah takdir hidup?
*oh,lagi-lagiLatePost
TanpaLilin 23 October 2015
pict from fb

Tidak ada komentar: