Iyaa, itu memang rumah saya.
Tempat saya tinggal untuk menuntut ilmu dan mengejar mahkota-Nya, kembali digenang air setinggi 2 meter(katanya). Itu yang diterangkan ke kita para santri. Tapi rasa-rasanya, yang saya lihat ketinggiannya sudah lebih dari 2 meter yang bahkan hampir mencapai 3 meter. Mungkin emang gitu ya..? namanya juga air banjir, udah pasti airnya akan semakin naik seiring hujan yang emang gak berenti-berenti.. dan ini memang adalah sejarah banjir terparah selama saya berada di bangunan bersejarah ini, setidaknya itu menurut kacanya mata saya selama 4 tahun menempati pondok ini..(hiks..hiks..Ya Allah, selamatkan rumahkuu..T_T).
Tempat saya tinggal untuk menuntut ilmu dan mengejar mahkota-Nya, kembali digenang air setinggi 2 meter(katanya). Itu yang diterangkan ke kita para santri. Tapi rasa-rasanya, yang saya lihat ketinggiannya sudah lebih dari 2 meter yang bahkan hampir mencapai 3 meter. Mungkin emang gitu ya..? namanya juga air banjir, udah pasti airnya akan semakin naik seiring hujan yang emang gak berenti-berenti.. dan ini memang adalah sejarah banjir terparah selama saya berada di bangunan bersejarah ini, setidaknya itu menurut kacanya mata saya selama 4 tahun menempati pondok ini..(hiks..hiks..Ya Allah, selamatkan rumahkuu..T_T).
Situasi asramanya, jangan dan emang gak usah
dibayangkan. Lembab sana-sini, meskipun airnya memang tak masuk hingga gedung
asrama, entah kenapa air dari luar ikut ‘jalan-jalan’ juga menyusuri
lantai-lantai asrama, ‘menumpangi’ setiap kaki-kaki para akhwat yang telah selesai dengan mandi hujannya di teras depan
math’am kita. Trus, ada juga makhluk kecil nan imut alias amit2 yang sering para
akhwat menyebutnnya sebagai ‘pasukan lalat pasar malam’. Oia, ngomong2 soal
situasi asrama kita, kamar-kamar selau dipenuhi dengan ember-ember, dan
gantungan di mana-mana. Kenapa banyak gantungan? Ya, tak lain dan tak bukan
dari cucian kita2 yang meskipun sudah dijemur bak jualan sentral n pasar butung
berhari-hari tapi(qadarallah) gak kering-kering juga.. hiksT_T
Demikian sedikit liputan singkat saya yang sempat
saya publikasikan(apaaaa..) tentang situasi asrama.
Lanjut pada pembahasan yang ingin saya bicarakan.
Kemarin, kak fitri mengumpulkan kami di mushollah, menguatkan hati kami tentang
apa-apa yang tlah Allah berikan kepada
kami, yaitu banjir! Hohoho..o_O . yah, memang miris sekali kedengarannya klo
sudah dibilangin seperti itu. Kak Fitri menambahkan, bahwa klo memang situasi
masih gitu-gitu aja, gak agak mendingan, atau malah tambah parah saja, ada
kemungkinan akan keluarkan keputusan “Diperbolehkan izin pulang dengan
pertimbangan lingkungan yang kurang memadai untuk tetap tinggal di sini”. Untuk
masalah kesehatan, akses air bersih, serta pakaian kami yang tidak
kering-kering juga sangat perperan untuk menyukseskan keputusan itu.
Yang begitu membekas dari kata-kata kak Fitri
kemarin adalah;
“Kami tidak izin pulang bisa
dikeluarkan dari atasan,tapi meskipun sekiranya tidak diizinkan, bisakah kita
ikhlas saja. Apalagi, ketika pulang pun, kita akan menjalani ini semua dalam
kebersamaan. Tidak ketika masing2 pulang dan tidak ada apa-apa di rumah”
begitulah kurang lebih kata-kata
kak Fitri dengan nada khasnya, yang selalu mengingatkan saya kepada seorang
kakak senior saya dulu. (hati2 tlisanx nyasar,jid)
Mendengar
itu, sejuknya ukhuwah serasa berserobok masuk ke paru-paru, menyesaki
dari dalam, lalu memberikan nafas kelegaan tersendiri buat saya. Begitu… Masya
Allah ukhuwah yang saya rasakan sekarang. Dalam keadaan apapun senantiasa
menyertai, mengiringi.. Meskipun sebernarnya, dalam keadaan seperti ini saya
terbisa dengan keadaan menyedihkan saya(menurut porsi saya loh, ya..), tapi
baru kali ini saya menyadari bahwa di tengah
situasi seperti ini pun, saya (harus) mengakui adanya lingkaran ukhuwah
itu. Alhamdulillah ya Robb.. Asykuru ilayki.. :):):)
Saya teringat kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Yang
ketika banjir itu datang dari Allah, Ia tak bersama kebanyakan keluarganya,
tapi ia bersama sahabat-sahabatnya, bersama pengikut-pengikutnya, tak
ketinggalan para binatang dari segala spesies yang berbeda, berpasang-pasangan,
saling membersamai, juga saling mengiringi satu sama lain. kemudian tak
terlupakan juga, yang paling penting, ia bersama Allah. Tuhannya, Yang
Memberikan banjir itu untuk menguji kesetiaan dan keimanan kaumnya, Yang
menghadirkan tali ukhuwah lalu menyimpulnya kuat,pada mereka yang tetap setia
pada nabiNya, nabi mereka, Rabb mereka..
Well, saya pun harus betul-betul iri. Lalu
kemudian saya bingung untuk melantunkan doa saya. Saya ingin berdoa agar malam
ini tetap hujan(astaghfirulllah), biar saya bisa pulang. Saya rindu rumah, saya
rindu kamar saya, saya juga rindu notebook+modem satu-satu saya yang selalu
membantu saya ngilangin segala kekosongan waktu saya, menemani malam-malam
begadang saya dengan segala kesibukan saya di dunia maya. Nge-blog salah satunya.
Tapi, saya pun ingin tetap tinggal di sini, bersama mereka melewati hari-hari
basah kita, dan malam-malam yang dingin, seperti moment banjir 2 tahun lalu dan tahun2
kemarinnya. Tapi jauh dari itu semua, saya juga begitu ingin (bahkan ingin
sekaaaliii!) air banjirnya surut sesurut-surutnyaaaaaaa,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, sampai kering
sekering-keringnyaaaaaaaaaaaa…..……..………….… tak ada yang tersisa! (apaan jid? Biasa wae
tho..!^^) secara, saya sudah dihantui dengan tumpukan target-target imtihan
yang sempat tertunda selepas sakit magh kronis kemarin. Apalagi sekarang saya
sedang menjalin kompetisi. Balap-balapan
hafalan gituu ma seorang teman. Kan sama-sama gak mau gagal, jadi harus saling
berlomba mengejar target-target yang ada. Tapi itulah kendalanya, banjir
menghambat ustadz kita tercinta, Ustadz usman untuk menyambangi kelas kami untuk
menguji hafalan, wal akhir, hafalan yang akan diuji itu mengambang,tertinggal
tanpa kepastian dan yang terpenting, tanpa penambahan. Miris!
So, doa sederhana saya malam ini adalah,
“Ya Robb, berikan yang terbaik sajalah menurut-Mu.
Banjir tidak banjir, Pulang tidak pulang, meskipun sebenarnya hati hamba lebih condong pengen pulang, mudah2an segala
keputusan-Mu menjadi kebaikan buat hamba, buat siapa saja yang bersyukur, dan
siapa saja yang mengalami hal seperti ini. Aamiin..”
Udara di sekitar semakin dingin saja, makanya saya
segera menarik selimut ‘peninggalan’ yang sedari tadi merayu saya buat lekas
tidur. Dan sebelum saya benar-benar terlelap, saya berfikir untuk menambahi doa
saya tadi,
“Ya Allah, jika besok Engkau menakdirkan saya
pulang, semoga saya tak menyesal tlah menyia-nyiakan suasana kebersamaan itu,
mudah-mudahan saya masih sempat merasakannya di lain waktu dan kesempatan yang
lebih baik. Aamiin ya Robb.. Allahumma aamiin..”
Kemudian saya benar-benar terlelap, tak sadarkan
diri.. (^.^)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar