Saya ingin
bercerita. Tapi saya sedikit ragu akan ada yang bisa mendengarkan, jg mungkin
tak ada yang mengerti keadaan,ataupun alur ceritanya, lantaran kekurangan saya
dalam mengurai kata-kata..
Tapi pokoknya
saya harus cerita! Jadi terserah saja,dibaca tidak dibaca, tidak kenapa. Ini
hanya coretan saya..
***
Kisah amazing itu
bernuansakan takdir. Sebuah ketetapan Allah tentang garis perjalanan hambaNya.
Sekalian sebagai hadiah keajaiban yang Ia berikan pada mereka yang hidup
kemudian bergantung pada uluran tanganNya.
Sore itu,usai ‘tour’ singkat
di kampus UnHas, saya dan kak Farah, kakak senior di Pondok, berniat untuk pulang ke asrama.
Karna jam menunjukkan pukul 17.34 sore.
Sudah hampir maghrib. Tidak enak sama Pembina kami, kak Fitri, jika harus
pulang kemalaman.
Lalu, kembali saya mengingat
bahwa tujuan saya mengiyakan ajakan kak Farah menemaninya keluar untuk sebuah
urusan, adalah karna saya sangat boring di dalam pondok. Boring dengan
suasananya, dan boring dengan semua kegiatannya akhir-akhir ini yang semakin
padat-menumpuk oleh persiapan-persiapan menjelang ikhtibar hafalan.
Jadi siang itu saya memang
meladeni kemauan kak Farah(sebenarnya kmauan hati saya jg Jg:):)) untuk jalan-jalan sekedar
refreshing. Dan tujuan kami adalah UnHas. Menyusuri jalan-jalan
sejuknya, mengamati gedung-gedung fakultas dan rumah-rumah kosan yang ramai.
Kemudian berhenti di mesjid kampus untuk ‘istirahat’. Setelah itu, baru kami
berniat untuk pulang. Tapi, klo saya mengingat tujuan awal saya ‘lari’ dari
pondok, rasanya tak ingin pulang saja. Ada satu kalimat yang sangat saya
ingat,yang terlanjur saya lontarkan.
“kak, rasanya belum pengen
pulang. Nanti aja klo dah jam 10 malam!”
saya tau, kalimat itu hanya
uap di udara, hanya gurauan saya saja. Tidak baik rasanya, kami pulang kemalaman begitu, apalagi untuk
hal2 yang kurang penting. Hanya jalan2. Tapi, saya masih mencoba mengajak kak
Farah menyempatkan singgah ke rumah Syahidah, teman kami yang sudah beberapa
bulan ini keluar dari pondok. Ada rindu yang membuat kami ingin mampir ke
tempatnya. Meski hanya sekedar salaman-cipikacipiki.
Tapi, saat dia membukakan
pintu untuk kami, ada perasaan yang tidak enak di hati saya. Semacam perasaan
mengganjal. Entah ada apa. Dengan dia? Atau malah dengan saya?
Tau tidak? Sudah beberapa
menit berlalu, kami masih ngobrol bertiga. Dan saya maupun kak Farah tidak
sadar klo kami sudah kamalaman. Tapi, saat saya sudah tersadar dengan situasi,
saat saya hampir saja mengajak pulang, saat itu juga mengalirlah cerita dari
Syahidah. Cerita mengagetkan,menyedihkan,melegakan,tapi amat-amat membuat
seluruh persendian tulangku mau lepas!
Sore itu, bertuturlah sahabat saya itu..
Bahwa dia..
Bahwa saya..
Bahwa kak Farah..
Bahwa kak Syamsi,..
Kenyataannya,
_syahidah – sajidah – farah
– syamsi_
Tlah diikat dengan simpul
yang nyata oleh-Nya. Tempat kami
(saya,k’farak,k’syamsi) dan syahidah yang
kini sdh terpisah tidak membuat ‘masalah’ itu tidak menghampiri kami.
Malam itu, saya dan kak
Farah juga harus menyaksikan tangisan sayang seorang ibu yang merasakan
‘cemburu’. Memang hanya sebuah kesalah pahaman antara Syahidah dan
Umminya(baca:ibu). Tapi saya yang dari pandangan orang tua syahidah adlah
penyebab masalah itu, mau tidak mau, juga karna terdorong rasa peduli saya bwt
Syahidah, saya jelaskan sedikit demi sedikit duduk permasalahannya. Dan juga
tak mengurangi peranannya, kak Farah dengan segala apa yang dia ‘ketahui’ pun
turut menjernihkan fikiran-fikiran yang sempat bersu’udzon.
Permasalahan selesai,balas
membalas argument sdh berhenti,dan pembicaraan ditutup dengan tangis haru dari
Syahidah jg umminya, kemudian permintaan maaf dari saya atas kesalah pahaman yang membuat
sahabat saya itu sempat terpuruk beberapa lamanya tanpa saya ketahui sama sekali..!!
Ukhti..maafkan saya yang
mulai tak peduli setelah saya merasakan sakitnya kamu tinggalkan..
Afwan..
Tepat saat kami akan pamit
untuk pulang, Syahidah mengingatkan,”sudah jam 09.52”.
spontan saya dan kak
Farah saling melotot. Ada kegelian sekaligus kengerian yang saya rasa. Satu pelajaran
dan teguran lagi yg sampai untuk kami, lebih2 saya..
“jangan main2 dengan lisan!! “
Buru-buru kami pamit. Diluar
pagar, saya menjabat tangan Syahidah erat. Penuh kebanggaan, penuh keharuan..
terlihat jelas dari cahaya lampu jalan yang remang-remang, ada senyum yang
mengukir di wajahnya. Membuat saya teringat penuturan umminya tadi,
“dia tdk pernah keluar
kamar, baru setelah kalian dating dia mau membuka pintu kamarnya..”
mataku kembali berkaca. Sungguh
Allah telah mengatur dan mengirimkan langkah kaki orang2 yang Dia kehendaki
untuk menolongnya keluar dari fitnah-fitnah itu.
Malam itu kami lega, kami
bahagiah, kami bangga, kami(atw mgkin hx saya sj) serasa terbang tinggi. Karena
banyak sekali pengalaman dan ‘guncangan’ yang menyadarkan kami tentang banyak
hal yang berharga..
Tapi, di atas senyuman itu,
lagi-lagi dari Syahidah, ada rahasia yang membuat kami rasanya(memang) tidak bisa
pulang malam itu juga. Kami tak bisa menolak kenyataan bahwa ‘hal itu’ sanggup membuat kami ‘terkapar’
berhari di kosan kak Farah dan tidak pulang selama itu juga..!
******************************************************************************************* Saya tidak berharap ada yang mengerti dengan tulisan saya. Sekali lagi, saya hanya
sekedar ingin menghamburkan luapan-luapan yang membanjir di fikiran saya..
Buat Syahidah,
“be my sister always..”
Satu yang
masih mengganjal di fikiran saya, apa yang membawa kaki saya ke sana? Takdir kah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar